Ilustrasi (admin). |
Penerus Pendidikan dikala itu yang lebih mengarah pada membangun seutuhnya nilai luhur budaya dan kemanusian yaitu tokoh pejuang yang luar biasa yaitu Ki Hajar Dewantara,jauh sebelum sekolah negara dilahirkan dia memulainya dengan Taman Siswa.
Perjuangan Ki Hajar Dewantara dengan forum Pendidikannya Taman Siswa rupanya berbuah manis, negarapun sadar bahwa dengan pendidikan bangsa ini akan besar, kemudian akan muncul anak anak bangsa yang pandai yang cerdik dan bisa membangun dan mengisi kemerdekaan indonesia ini dengan baik.
Kini ditengah kemajuan dan pesatnya pemikiran pendidikan, nyaris Taman Siswa tak terdengar lagi, Ki Hajar Dewantara dan nilai nilai pendidikannya hanya sebatas selogan, jauh dari nilai filosofis apalagi falsafah Pendidikan, pemikirannya dianggap usang,ketinggalan, cenderung para pendidik dan pengambil kebijakan pendidikan gembira dan merasa besar jikalau terambil dari pendapat hebat pendidikan luar (barat ) tidak hanya hingga disitu, dengan kebijaknnya balasannya Taman Siswa Tengelam dan .....
Peraturan Menteri Pendidikan tidak dijalankan? mentrinya membisu saja! Kepala dinas Pendidikannya? juga membisu tuh,pengawasnya? juga ikut membisu saja? ya semua seakan mereka yang paling benar, (Penguasa).
Jika penyebab Taman Siswa kini hanya tinggal nama yaitu kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada forum swasta itu, dan forum pendidikan swasta lainnya, kini menjadi benar adanya.
Jika Lembaga Sekelas Taman siswa dengan Kihajar Dewantaranya saja terabaikan oleh Pemerintah kemudian bagaimana nasib Sekolah swasta yang lain,lihat Protes Sekolah swasta di Kota Bekasi terhadap PPDB online yang dilanggar oleh sekolah sekolah negeri (bukti tertulis sulit didapat tapi dimasyarakat berkembang walau sudah online dan pasing grade nilai banyak yang masuk lewat belakang/sogok) sungguh ironis, hal lain yang terjadi yaitu bagaimana budaya titip siswa di tiap sekolah negeri dari bermacam-macam pejabat administrator maupun legislatif dengan dalih yaitu jatah dari pejabat publik di tempat bukanlah gosip tak beralasan tapi realita dan kenyataan.
Kalu sudah begitu...., Jumlah siswa menumpuk di sekolah sekolah negeri, dana BOS dan BOS tempat yang dari APBD juga menumpuk di sekolah negeri ini menunjukan (boleh di survey) kebijakn menteri tidak dijalankan tapi mentrinya membisu saja, kepala dinas pendidikannya juga membisu saja, pengawasnya juga ikutan membisu saja, lengkaplah sudah sistem terbina dalam mematikan sekolah sekolah swasta.
Kelas ideal yang oleh menteri di buat 32 siswa/kelas untuk jenjang sekolah menengah dan 28 siswa/kelas untuk sekolah dasar bertujuan biar mutu pendidikan merata dan maju malah disalah artikan dengan perilaku mendapatkan siswa se ideal mungkin (maksudnya, tetap 40 siswa/kelas boleh lebihkan 2 atau empat juga tidak apa nanti juga ada yang melanggar ditengah jalan dibuang hingga nanti ideal lagi jadi 40 siswa/kelas, alasannya semakin banyak murid semakin banyak dana lain yang dihimpun sekolah dalm setiap aspek aspek pembelajaran yang juga dilegalkan oleh "KOMITE SEKOLAH" sebagi tukang stempel perhiasan legalitas.
Kelas ideal ibarat ini hanya ada di Indonesia, ladang "penghasilan" perhiasan ini telah meng-IDEAL-kan uang saku bagi "mereka" yang tanpa risih dengan dinding dinding sekolah swasta yang berada disampingnya yang dingklik mejanya tengah kosong tertatih-tatih mengais siswa gres guna mempertahankan usaha guru sebagi pendidik bangsa dilembaga swasta.
Masih adakah pemerataan dan keadilan? bisakah peningkatan kwalitas jikalau cara ini menjamur hampir disemua sekolah di kota besar ibarat di Jabodetabek?
Jika kita menghendaki jawabannya, gampang saja, cukup kita pakai teori yang digunakan KPK yaitu operasi tangkap tangan, atau dengan pembuktian terbalik, atau dengan kata lain jikalau kita mau ayo lihat dan survey eksklusif betapa banyak pelanggaran itu terjadi tapi dibiarkan, satu sekolah menumpuk siswanya tapi sekolah disebelahnya muridnya seadanya bahkan dengan sekolah negeri disebelahnya sekalipun itu sanggup terjadi.
Bicara survey tentu membutuhkan waktu, kemauan dan kemapuan dalam upaya diatas jikalau tidak?! memang "KELAS IDEAL" membuat pundi pundi gres yang " ideal " bagi orang yang terbungkus dalam dunia pendidikan sehingga terlihat seolah olah dia saja yang tahu perihal kebijakan pendidikan.
Semoga goresan pena ini menggugah hati para pendidik dan menjadi kado buat PGRI yang berulang tahun, Terima kasih.
*) Ditulis dan dikirim oleh Nurhadi, S.Ag. Penulis yaitu Guru Swasta mengajar semenjak 1996 pada Sekolah Menengah Pertama IT Al Mustofa Tangerang.
Advertisement