Pendidikan merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kehidupan dan keberadaban bangsa. Dalam mendidik sangat membutuhkan guru yang terampil yang mempunyai seribu cara dan ide, sebagai keberhasilan yang haqiqi lantaran keduanya mempunyai keterkaitan yang membangun. Bukan hanya saja pendidik menggugurkan tanggung jawabnya sebagai pengajar. Demikian pula yang dididik, bukan hanya saja mengakhiri pelajarannya begitu saja. Tetapi banyak problem yang bermunculan dengan kurangnya keteladanan guru. Sebab kunci keberhasilan pendidikan ada pada keteladanan guru.
Guru yaitu pekerjaan yang sangat mulia, berangkat dari niat “keihlasan” menyebabkan suri tauladan, Dan teladan yang sangat berkesan di hati siswanya, dengan meninggalkan rasa simpati. Juga apa yang diajarkannya sudah pernah ia lakukan dengan amanah, siddik, fathonah, dan tabligh. Itulah Mungkin yang harus kita renungkan, sudahkah guru telah memenuhi kretaria tersebut untuk menjadi pendidik yang professional. Ketika seorang guru harus mengajar mengapa harus selalu mengikuti apa yang ada dalam pikirannya, lantaran ternyata akan lebih lancar dalam mengajar apabila apa yang diajarkan telah dikuasai dan dipahaminya, sehingga dalam membuktikan kepada siswa, lebih sanggup dimengerti.
Kualitas guru secara umum belum mengalami peningkatan secara cepat. Itu terbukti dari masih banyaknya guru yang belum bisa mengejar ketertinggalan banyak sekali perkembangan, termasuk metode pengajaran yang cepat dan lebih mudah. Ketidakmampuan guru menyesuaikan diri dengan teknologi, membuat guru kehilangan banyak sekali kesempatan dan pengetahuan. Kenyataan tersebut menempatkan guru tidak mengalami perkembangan. Tidak update-nya pengetahuan guru terjadi pada hampir semua daerah, mulai kota hingga desa. Guru-guru yang seharusnya mengembangkan pengetauan, disibukkan pada kegiatan lain yang kurang mendukung keprofesionalannya. Pengetahuan dan keterampilan guru di kala modern ini semakin tertantang. Bukan hanya disebabkan oleh lajunya pengetahuan yang sangat cepat, tetapi juga tuntutan anak didik semoga guru mempunyai pengetahuan yang lebih. Dengan kondisi tersebut sudah sepatutnya guru mempunyai kesempatan menambah dan meningkatkan pengetahuannya, melalui pemanfaatan teknologi yang ada, termasuk membangun jaringan dengan tenaga guru lainnya. Sudah banyak sekali pengetahuan yang gampang untuk disampaikan melalui jejaring social dan guru tak perlu lagi memakai metode konvensional untuk menjelaskan sesuatu kepada siswa. Situs yang berkaitan dengan pengajaran sudah banyak dan gampang diakses. Guru bisa mengambil materi pengajaran dari situs tersebut, sehingga dalam penyampaian materi pada siswa akan menjadi lebih cepat.
Bila kita berbicara wacana kepemimpinan pendidikan, pada umumnya akan tertuju pada kiprah dan kiprah seorang kepala sekolah. Pemahaman dan persepsi menyerupai ini bisa dimaklumi lantaran hampir sebagian besar penelitian dan literatur yang membahas wacana kepemimpinan pendidikan lebih cenderung membicarakan wacana kepemimpinan kepala sekolah. Sementara penelitian dan literatur yang mengkaji secara spesifik wacana kepemimpinan guru sepertinya masih relatif terbatas.
Guru yaitu pendidik profesional dengan kiprah utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi penerima didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah (Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008). Guru wajib mempunyai Kualifikasi Akademik, kompetensi, Sertifikat Pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta mempunyai kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Kompetensi guru merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan oleh guru dalam melaksanakan kiprah keprofesionalan. Kompetensi guru mencakup kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi dan bersifat holistik.
Berdasarkan Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007, empat kompetensi yang harus dimiliki guru, yaitu:
1.Kompetensi Pedagogik
a.Menguasai karakteristik penerima didik dari aspek fisik, moral, sosial, cultural, emosional, dan intelektual;
b.Menguasai teori berguru dan prinsip pembelajaran yang mendidik;
c.Mengembangkan kurikulum yang terkait mata pelajaran yang diampu;
d.Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik;
e.Memanfaatkan TIK untuk kepentingan pembelajaran;
f.Memfasilitasi pengembangan potensi penerima didik;
g.Berkomunikasi efektif, empatik, dan santun ke penerima didik;
h.Menyelenggarakan penilaian penilaian proses dan hasil belajar.
2.Kompetensi Kepribadian
a.Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, social dan budaya bangsa;
b.Penampilan yang jujur, berakhlak mulia, teladan bagi penerima didik dan masyarakat;
c.Menampilkan dirisebagai eksklusif yang mantap, stabil, dewasa, cendekia dan berwibawa;
d.Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa gembira menjadi guru, dan rasa percaya diri;
e.Menjunjjung tinggi isyarat etik profesi guru.
3.Kompetensi Sosial
a.Bersikap inkulif, bertindak obyektif, serta tidak diskriminatif lantaran pertimbangan jenis kelamin, agara, raskondisifisik, latar belakang keluarga, dan status sosial keluarga;
b.Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang renta dan masyarakat;
c.Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah RI yang mempunyai keragaman social budaya;
d.Berkomunikasi dengan mulut maupun tulisan.
4.Kompetensi Profesional
a.Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung pelajaran yang diampu;
b.Mengusai standar kompentensi dan kompetensi dasar mata pelajaran/bidang pengembangan yang diampu;
c.Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif;
d.Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melaksanakan tindakan reflektif;
e.Memanfaatkan TIK untuk berkomunikasi dan mengembangakan diri.
York-Barr and Duke (The Institute for Educational Leadership’s, 2008) mengemukakan rumusan kepemimpinan guru yang sejalan dengan perubahan kiprah guru dalam konteks perkembangan pendidikan dikala ini, bahwa: “Teacher leadership is the process by which teachers, individually or collectively, influence their colleagues, principals, and other members of the school communities to improve teaching and learning practices with the aim of increased student learning and achievement. Such team leadership work involves three intentional development foci: individual development, collaboration or team development, and organizational development.”
Dari pengertian di atas tampak bahwa kepemimpinan guru intinya merupakan suatu proses untuk mempengaruhi orang lain yang di dalamnya berisi serangkaian tindakan atau sikap tertentu terhadap invididu yang dipengaruhinya. Kepemimpinan guru tidak hanya sebatas pada kiprah guru dalam konteks kelas pada dikala berinteraksi dengan siswanya, tetapi menjangkau pula kiprah guru dalam berinteraksi dengan kepala sekolah dan rekan sejawat, dengan tetap mengacu pada tujuan simpulan yang sama yaitu terjadinya peningkatan proses dan hasil pembelajaran siswa.
Kepemimpinan guru memfokuskan pada 3 dimensi pengembangan, yaitu: (1) pengembangan individu; (2) pengembangan tim; dan (3) pengembangan organisasi.
1.Dimensi pengembangan individu merupakan dimensi utama yang berkaitan dengan kiprah dan kiprah guru dalam memanfaatkan waktu di kelas bersama siswa. Di sini guru dituntut untuk memperlihatkan keterampilan kepemimpinannya dalam membantu siswa semoga sanggup mengembangkan segenap potensi yang dimilikinya, sejalan dengan tahapan dan tugas-tugas perkembangannya. Melalui keterampilan kepemimpinan yang dimilkinya, diharapkan sanggup menghasilkan banyak sekali penemuan pembelajaran, sehingga pada gilirannya sanggup tercipta peningkatan kualitas prestasi berguru siswa.
2.Dimensi pengembangan tim menunjuk pada upaya kolaboratif untuk membantu rekan sejawat dalam mengeksplorasi dan mencobakan gagasan-gagasan gres dalam rangka meningkatkan mutu pembelajaran, melalui kegiatan mentoring, coaching, pengamatan, diskusi, dan pinjaman umpan balik yang konstruktif. Dimensi yang kedua ini berkaitan upaya pengembangan profesi guru.
3.Dimensi organisasi menunjuk pada kiprah guru untuk mendukung kebijakan dan aktivitas pendidikan di sekolah (dinas pendidikan), mendukung kepemimpinan kepala sekolah (administrative leadership) dalam melaksanakan reformasi pendidikan di sekolah serta pecahan dari kiprah serta guru dalam upaya mempertahankan keberlanjutan (sustanability) sekolah.
Ketiga dimensi di atas mengatakan citra tentang: (1) kiprah guru dalam memimpin siswanya, (2) kiprah guru dalam memimpin rekan sejawatnya; dan (3) kiprah guru dalam memimpin komunitas pendidikan yang lebih luas.
Kepemimpinan guru (teacher leadership) terbagi menjadi 3 (tiga) gelombang.
1.Gelombang pertama, kepemimpinan guru terkungkung dalam hierarki organisasi formal dan hanya berkutat dalam fungsi-fungsi pengajaran, di bawah kendali ketat dari “atasan guru”. Di sini, guru hanya dipandang sebagai pelaksana keputusan atasan.
2.Gelombang kedua, kepemimpinan guru telah lepas dari hierarki organisasi konvensional. Di sini, telah terjadi pemisahan antara kepemimpinan dengan fungsi pengajaran, yakni dengan dibentuknya semacam tim pengembang kurikulum secara formal. Walaupun demikian, kepemimpinan guru masih di bawah kendali tim pengembang kurikulum. Tugas guru yaitu mengimplementasikan bahan-bahan yang telah disiapkan oleh tim pengembang kurikulum. Pendekatan yang dipakai pada gelombang kedua ini sering disebut sebagai “remote controlling of teachers”.
3.Gelombang ketiga, konsep kepemimpinan guru telah mengintegrasikan pengajaran dengan kepemimpinan yang tidak bersifat formal. Kepemimpinan guru dipandang sebagai sebuah proses dengan mengatakan kesempatan yang luas kepada guru untuk mengekspresikan kapabilitas kepemimpinannya. Konseptualisasi kepemimpinan guru dibangun atas dasar profesionalisme dan kesejawatan. (disarikan dari James S. Pounder, 2006).
Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang diikuti dengan gerakan profesionalisasi guru dikala ini sedang gencar digaungkan,dan sepertinya menjadi pecahan yang tak terpisahkan dari pergeseran konsep dan makna kepemimpinan guru di Indonesia.
Sesungguhnya banyak model dan gaya kepemimpinan yang bisa diterapkan guru dalam mewujudkan kepemimpinannya. Merideth (2000) memperlihatkan model kepemimpinan guru yang disebut REACH, kependekan dari:
1.Risk-Taking, Guru berusaha mencari tantangan dan membuat proses baru.
2.Effectiveness, Guru berusaha melaksanakan yang terbaik, peduli terhadap pertumbuhan dan pengembangan profesinya dan bekerja dengan hati.
3.Autonomy, Guru menampilkan inisiatif, mempunyai pemikiran yang independen dan bertanggung jawab.
4.Collegiality, Guru membangun kemampauan komunitasnya dan mempunyai keterampilan komunikasi interaktif.
5.Honor, Guru sanggup memperlihatkan integritas, kejujuran, dan menjaga etika profesi.
Selain itu, guru sanggup pula menerapkan gaya Kepemimpinan Transformasional sebagaimana digagas oleh Bass, dengan karakteristik yang dikenal dengan sebutan 4-I, yaitu: Idealized Influence, Inspirational Motivation, Intellectual Stimulation, dan Individual Consideration.
1.Idealized Influence, Guru merupakan sosok ideal yang sanggup dijadikan sebagai teladan, sanggup dipercaya, dihormati dan bisa mengambil keputusan yang terbaik untuk kepentingan peningkatan mutu pembelajaran.
2.Inspirational Motivation, guru sanggup memotivasi seluruh siswa dan sejawatnya untuk mempunyai kesepakatan terhadap visi organisasi dan mendukung semangat team dalam mencapai tujuan-tujuan pendidikan di sekolah.
3.Intellectual Stimulation, guru sanggup menumbuhkan kreativitas dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran kritis dan pemecahan duduk kasus untuk menyebabkan pembelajaran ke arah yang lebih baik.
4.Individual Consideration, guru sanggup bertindak sebagai instruktur dan penasihat, serta menyediakan umpan balik yang konstruktif bagi siswa dan sejawatnya.
Bryman (1992) menyebut kepemimpinan transformasional sebagai kepemimpinan gres (the new leadership), sedangkan Sarros dan Butchatsky (1996) menyebutnya sebagai pemimpin penerobos (breakthrough leadership). Disebut sebagai penerobos lantaran pemimpin semacam ini mempunyai kemampuan untuk membawa perubahan-perubahan yang sangat besar terhadap individu-individu maupun organisasi dengan jalan memperbaiki kembali (reinvent) aksara diri individu-individu dalam organisasi ataupun perbaikan organisasi, memulai proses penciptaan inovasi, meninjau kembali struktur, proses dan nilai-nilai organisasi semoga lebih baik dan lebih relevan, dengan cara-cara yang menarik dan menantang bagi semua pihak yang terlibat, dan mencoba untuk merealisasikan tujuan-tujuan organisasi yang selama ini dianggap mustahil dilaksanakan. Pemimpin penerobos memahami pentingnya perubahan-perubahan yang fundamental dan besar dalam kehidupan dan pekerjaan mereka dalam mencapai hasil-hasil yang diinginkannya. (Dwi Ari Wibawa, 2013)
Dari banyak sekali studi yang dilakukan, kepemimpinan transformasional telah terbukti sanggup mengatakan efek terhadap penemuan dan kreativitas. Kepemimpinan Transformasional juga memberi efek positif terhadap perjuangan bawahan dan kepuasan serta sanggup meningkatkan sikap etik. (James S. Pounder, 2006).
Charles C. Manz & Henry P. Sims Jr (Martani Huseini, 2010) menjelaskan bahwa model kepemimpinan yang dikenal dengan sebutan Superleadership. Model Superleadership sangat dibutuhkan dalam organisasi yang berbasis isu dengan perubahan yang sangat cepat menyerupai kini ini. Ide dasar superleadership adalah: (1) mengarahkan individu-individu untuk menjadi “self leader”; (2) mengarahkan tim untuk menjadi “self lead”: dan (3) menyarankan wangsit untuk mengembangkan budaya “self leadership” melalui organisasi. Superleadership berkeyakinan bahwa seorang pemimpin yang sukses yaitu jikalau ia bisa membuat pemimpin yang baik. Seorang pemimpin Superleader berusaha membimbing orang lain untuk memimpin dirinya sendiri dan membantu pengikutnya untuk mengembangkan kemampuan “self leadership”nya untuk mengatakan bantuan yang maksimal bagi organisasi. Seorang Pemimpin Superleader akan melipat gandakan kekuatannya melalui kekuatan orang lain dan mendorong pengikutnya untuk mempunyai inisiatif sendiri, rasa tanggung jawab, rasa percaya diri, penyusunan tujuan sendiri, berfikir positif dan mengatasi masalahnya sendiri. Pemimpin Superleader senantiasa mendorong pengikutnya untuk melaksanakan tanggung jawabnya dari pada mengatakan perintah dan memberi keyakinan bahwa pengikutnya memerlukan isu dan ilmu pengetahuan untuk melatih “self leadership”nya.
Salah satu kendala terbesar untuk menumbuhkan kepemimpinan guru yaitu masih mendominasinya penerapan model kepemimpinan “top-down” di sebagian besar sekolah. Guru masih seringkali diposisikan sebagai bawahan yang harus tunduk dan taat pada atasan secara taklid.
Oleh lantaran itu, untuk menumbuhkan kepemimpinan guru memerlukan :
1.Pemberdayaan dan dorongan kepada guru untuk menjadi pemimpin dan mengembangkan keterampilan kepemimpinannya.
2.Penyediaan waktu dan kesempatan bagi guru semoga sanggup bekerja menjalankan kepemimpinannya, baik untuk kepentingan pengembangan profesi, kerja kolaboratif, perencanaan bersama, dan membangun jaringan guru.
Kepala sekolah hendaknya rela menyebarkan kekuasaan dan kewenangan dengan guru, tanpa harus merasa khawatir akan kehilangan identitas kewibawaannya. Kepala sekolah harus mempunyai keyakinan bahwa setiap guru intinya mempunyai potensi kepemimpinan, dan apabila diberi kesempatan untuk mengekspresikan dan mengaktualisasikan potensi kepemimpinannya, mereka bisa tampil sebagai pemimpin-pemimpin hebat, yang sanggup dimanfaatkan untuk semakin memperkuat eksistensi sekolah sekaligus melengkapi kepemimpinan administratif yang menjadi tanggung jawabnya.
Berdasarkan pembahasan wacana kepemimpinan guru, maka sanggup disimpulkan bahwa :
1.Pendidikan merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kehidupan dan keberadaban bangsa;
2.Guru yaitu pendidik profesional dengan kiprah utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi penerima didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah;
3.Kompetensi yang harus dimiliki guru, mencakup kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional;
4.Kepemimpinan guru merupakan suatu proses untuk mempengaruhi orang lain yang di dalamnya berisi serangkaian tindakan atau sikap tertentu terhadap invididu yang dipengaruhinya;
5.Kepemimpinan guru terfokus pada 3 dimensi pengembangan, yaitu: (a) pengembangan individu; (b) pengembangan tim; dan (c) pengembangan organisasi;
6.Model kepemimpinan guru yaitu “REACH”, yaitu: (a) Risk-Taking, (b) Effectiveness, (c) Autonomy, (d) Collegiality, (e) Honor;
7.Gaya kepemimpinan transformasional mencakup “4-I”, yaitu: Idealized Influence, Inspirational Motivation, Intellectual Stimulation, dan Individual Consideration;
8.Ide dasar Superleadership adalah: (1) mengarahkan individu-individu untuk menjadi “self leader”; (2) mengarahkan tim untuk menjadi “self lead”: dan (3) menyarankan wangsit untuk mengembangkan budaya “self leadership” melalui organisasi.
9.Untuk menumbuhkan kepemimpinan guru dibutuhkan pemberdayaan dan dorongan kepada guru untuk menjadi pemimpin dan mengembangkan keterampilan kepemimpinannya, serta penyediaan waktu dan kesempatan bagi guru semoga sanggup bekerja menjalankan kepemimpinannya, baik untuk kepentingan pengembangan profesi, kerja kolaboratif, perencanaan bersama, dan membangun jaringan guru.
Daftar Pustaka
Permendiknas Nomor 16 tahun 2007. Kompetensi Guru.
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 wacana Guru.
*) Dikirim oleh Sutiyono, S.Pd.SD, Kepala SD 3 Karangmalang Gebog Kudus Jawa Tengah.
Guru yaitu pekerjaan yang sangat mulia, berangkat dari niat “keihlasan” menyebabkan suri tauladan, Dan teladan yang sangat berkesan di hati siswanya, dengan meninggalkan rasa simpati. Juga apa yang diajarkannya sudah pernah ia lakukan dengan amanah, siddik, fathonah, dan tabligh. Itulah Mungkin yang harus kita renungkan, sudahkah guru telah memenuhi kretaria tersebut untuk menjadi pendidik yang professional. Ketika seorang guru harus mengajar mengapa harus selalu mengikuti apa yang ada dalam pikirannya, lantaran ternyata akan lebih lancar dalam mengajar apabila apa yang diajarkan telah dikuasai dan dipahaminya, sehingga dalam membuktikan kepada siswa, lebih sanggup dimengerti.
Kualitas guru secara umum belum mengalami peningkatan secara cepat. Itu terbukti dari masih banyaknya guru yang belum bisa mengejar ketertinggalan banyak sekali perkembangan, termasuk metode pengajaran yang cepat dan lebih mudah. Ketidakmampuan guru menyesuaikan diri dengan teknologi, membuat guru kehilangan banyak sekali kesempatan dan pengetahuan. Kenyataan tersebut menempatkan guru tidak mengalami perkembangan. Tidak update-nya pengetahuan guru terjadi pada hampir semua daerah, mulai kota hingga desa. Guru-guru yang seharusnya mengembangkan pengetauan, disibukkan pada kegiatan lain yang kurang mendukung keprofesionalannya. Pengetahuan dan keterampilan guru di kala modern ini semakin tertantang. Bukan hanya disebabkan oleh lajunya pengetahuan yang sangat cepat, tetapi juga tuntutan anak didik semoga guru mempunyai pengetahuan yang lebih. Dengan kondisi tersebut sudah sepatutnya guru mempunyai kesempatan menambah dan meningkatkan pengetahuannya, melalui pemanfaatan teknologi yang ada, termasuk membangun jaringan dengan tenaga guru lainnya. Sudah banyak sekali pengetahuan yang gampang untuk disampaikan melalui jejaring social dan guru tak perlu lagi memakai metode konvensional untuk menjelaskan sesuatu kepada siswa. Situs yang berkaitan dengan pengajaran sudah banyak dan gampang diakses. Guru bisa mengambil materi pengajaran dari situs tersebut, sehingga dalam penyampaian materi pada siswa akan menjadi lebih cepat.
Bila kita berbicara wacana kepemimpinan pendidikan, pada umumnya akan tertuju pada kiprah dan kiprah seorang kepala sekolah. Pemahaman dan persepsi menyerupai ini bisa dimaklumi lantaran hampir sebagian besar penelitian dan literatur yang membahas wacana kepemimpinan pendidikan lebih cenderung membicarakan wacana kepemimpinan kepala sekolah. Sementara penelitian dan literatur yang mengkaji secara spesifik wacana kepemimpinan guru sepertinya masih relatif terbatas.
Guru yaitu pendidik profesional dengan kiprah utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi penerima didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah (Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008). Guru wajib mempunyai Kualifikasi Akademik, kompetensi, Sertifikat Pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta mempunyai kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Kompetensi guru merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan oleh guru dalam melaksanakan kiprah keprofesionalan. Kompetensi guru mencakup kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi dan bersifat holistik.
Berdasarkan Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007, empat kompetensi yang harus dimiliki guru, yaitu:
1.Kompetensi Pedagogik
a.Menguasai karakteristik penerima didik dari aspek fisik, moral, sosial, cultural, emosional, dan intelektual;
b.Menguasai teori berguru dan prinsip pembelajaran yang mendidik;
c.Mengembangkan kurikulum yang terkait mata pelajaran yang diampu;
d.Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik;
e.Memanfaatkan TIK untuk kepentingan pembelajaran;
f.Memfasilitasi pengembangan potensi penerima didik;
g.Berkomunikasi efektif, empatik, dan santun ke penerima didik;
h.Menyelenggarakan penilaian penilaian proses dan hasil belajar.
2.Kompetensi Kepribadian
a.Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, social dan budaya bangsa;
b.Penampilan yang jujur, berakhlak mulia, teladan bagi penerima didik dan masyarakat;
c.Menampilkan dirisebagai eksklusif yang mantap, stabil, dewasa, cendekia dan berwibawa;
d.Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa gembira menjadi guru, dan rasa percaya diri;
e.Menjunjjung tinggi isyarat etik profesi guru.
3.Kompetensi Sosial
a.Bersikap inkulif, bertindak obyektif, serta tidak diskriminatif lantaran pertimbangan jenis kelamin, agara, raskondisifisik, latar belakang keluarga, dan status sosial keluarga;
b.Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang renta dan masyarakat;
c.Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah RI yang mempunyai keragaman social budaya;
d.Berkomunikasi dengan mulut maupun tulisan.
4.Kompetensi Profesional
a.Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung pelajaran yang diampu;
b.Mengusai standar kompentensi dan kompetensi dasar mata pelajaran/bidang pengembangan yang diampu;
c.Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif;
d.Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melaksanakan tindakan reflektif;
e.Memanfaatkan TIK untuk berkomunikasi dan mengembangakan diri.
York-Barr and Duke (The Institute for Educational Leadership’s, 2008) mengemukakan rumusan kepemimpinan guru yang sejalan dengan perubahan kiprah guru dalam konteks perkembangan pendidikan dikala ini, bahwa: “Teacher leadership is the process by which teachers, individually or collectively, influence their colleagues, principals, and other members of the school communities to improve teaching and learning practices with the aim of increased student learning and achievement. Such team leadership work involves three intentional development foci: individual development, collaboration or team development, and organizational development.”
Dari pengertian di atas tampak bahwa kepemimpinan guru intinya merupakan suatu proses untuk mempengaruhi orang lain yang di dalamnya berisi serangkaian tindakan atau sikap tertentu terhadap invididu yang dipengaruhinya. Kepemimpinan guru tidak hanya sebatas pada kiprah guru dalam konteks kelas pada dikala berinteraksi dengan siswanya, tetapi menjangkau pula kiprah guru dalam berinteraksi dengan kepala sekolah dan rekan sejawat, dengan tetap mengacu pada tujuan simpulan yang sama yaitu terjadinya peningkatan proses dan hasil pembelajaran siswa.
Kepemimpinan guru memfokuskan pada 3 dimensi pengembangan, yaitu: (1) pengembangan individu; (2) pengembangan tim; dan (3) pengembangan organisasi.
1.Dimensi pengembangan individu merupakan dimensi utama yang berkaitan dengan kiprah dan kiprah guru dalam memanfaatkan waktu di kelas bersama siswa. Di sini guru dituntut untuk memperlihatkan keterampilan kepemimpinannya dalam membantu siswa semoga sanggup mengembangkan segenap potensi yang dimilikinya, sejalan dengan tahapan dan tugas-tugas perkembangannya. Melalui keterampilan kepemimpinan yang dimilkinya, diharapkan sanggup menghasilkan banyak sekali penemuan pembelajaran, sehingga pada gilirannya sanggup tercipta peningkatan kualitas prestasi berguru siswa.
2.Dimensi pengembangan tim menunjuk pada upaya kolaboratif untuk membantu rekan sejawat dalam mengeksplorasi dan mencobakan gagasan-gagasan gres dalam rangka meningkatkan mutu pembelajaran, melalui kegiatan mentoring, coaching, pengamatan, diskusi, dan pinjaman umpan balik yang konstruktif. Dimensi yang kedua ini berkaitan upaya pengembangan profesi guru.
3.Dimensi organisasi menunjuk pada kiprah guru untuk mendukung kebijakan dan aktivitas pendidikan di sekolah (dinas pendidikan), mendukung kepemimpinan kepala sekolah (administrative leadership) dalam melaksanakan reformasi pendidikan di sekolah serta pecahan dari kiprah serta guru dalam upaya mempertahankan keberlanjutan (sustanability) sekolah.
Ketiga dimensi di atas mengatakan citra tentang: (1) kiprah guru dalam memimpin siswanya, (2) kiprah guru dalam memimpin rekan sejawatnya; dan (3) kiprah guru dalam memimpin komunitas pendidikan yang lebih luas.
Kepemimpinan guru (teacher leadership) terbagi menjadi 3 (tiga) gelombang.
1.Gelombang pertama, kepemimpinan guru terkungkung dalam hierarki organisasi formal dan hanya berkutat dalam fungsi-fungsi pengajaran, di bawah kendali ketat dari “atasan guru”. Di sini, guru hanya dipandang sebagai pelaksana keputusan atasan.
2.Gelombang kedua, kepemimpinan guru telah lepas dari hierarki organisasi konvensional. Di sini, telah terjadi pemisahan antara kepemimpinan dengan fungsi pengajaran, yakni dengan dibentuknya semacam tim pengembang kurikulum secara formal. Walaupun demikian, kepemimpinan guru masih di bawah kendali tim pengembang kurikulum. Tugas guru yaitu mengimplementasikan bahan-bahan yang telah disiapkan oleh tim pengembang kurikulum. Pendekatan yang dipakai pada gelombang kedua ini sering disebut sebagai “remote controlling of teachers”.
3.Gelombang ketiga, konsep kepemimpinan guru telah mengintegrasikan pengajaran dengan kepemimpinan yang tidak bersifat formal. Kepemimpinan guru dipandang sebagai sebuah proses dengan mengatakan kesempatan yang luas kepada guru untuk mengekspresikan kapabilitas kepemimpinannya. Konseptualisasi kepemimpinan guru dibangun atas dasar profesionalisme dan kesejawatan. (disarikan dari James S. Pounder, 2006).
Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang diikuti dengan gerakan profesionalisasi guru dikala ini sedang gencar digaungkan,dan sepertinya menjadi pecahan yang tak terpisahkan dari pergeseran konsep dan makna kepemimpinan guru di Indonesia.
Sesungguhnya banyak model dan gaya kepemimpinan yang bisa diterapkan guru dalam mewujudkan kepemimpinannya. Merideth (2000) memperlihatkan model kepemimpinan guru yang disebut REACH, kependekan dari:
1.Risk-Taking, Guru berusaha mencari tantangan dan membuat proses baru.
2.Effectiveness, Guru berusaha melaksanakan yang terbaik, peduli terhadap pertumbuhan dan pengembangan profesinya dan bekerja dengan hati.
3.Autonomy, Guru menampilkan inisiatif, mempunyai pemikiran yang independen dan bertanggung jawab.
4.Collegiality, Guru membangun kemampauan komunitasnya dan mempunyai keterampilan komunikasi interaktif.
5.Honor, Guru sanggup memperlihatkan integritas, kejujuran, dan menjaga etika profesi.
Selain itu, guru sanggup pula menerapkan gaya Kepemimpinan Transformasional sebagaimana digagas oleh Bass, dengan karakteristik yang dikenal dengan sebutan 4-I, yaitu: Idealized Influence, Inspirational Motivation, Intellectual Stimulation, dan Individual Consideration.
1.Idealized Influence, Guru merupakan sosok ideal yang sanggup dijadikan sebagai teladan, sanggup dipercaya, dihormati dan bisa mengambil keputusan yang terbaik untuk kepentingan peningkatan mutu pembelajaran.
2.Inspirational Motivation, guru sanggup memotivasi seluruh siswa dan sejawatnya untuk mempunyai kesepakatan terhadap visi organisasi dan mendukung semangat team dalam mencapai tujuan-tujuan pendidikan di sekolah.
3.Intellectual Stimulation, guru sanggup menumbuhkan kreativitas dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran kritis dan pemecahan duduk kasus untuk menyebabkan pembelajaran ke arah yang lebih baik.
4.Individual Consideration, guru sanggup bertindak sebagai instruktur dan penasihat, serta menyediakan umpan balik yang konstruktif bagi siswa dan sejawatnya.
Bryman (1992) menyebut kepemimpinan transformasional sebagai kepemimpinan gres (the new leadership), sedangkan Sarros dan Butchatsky (1996) menyebutnya sebagai pemimpin penerobos (breakthrough leadership). Disebut sebagai penerobos lantaran pemimpin semacam ini mempunyai kemampuan untuk membawa perubahan-perubahan yang sangat besar terhadap individu-individu maupun organisasi dengan jalan memperbaiki kembali (reinvent) aksara diri individu-individu dalam organisasi ataupun perbaikan organisasi, memulai proses penciptaan inovasi, meninjau kembali struktur, proses dan nilai-nilai organisasi semoga lebih baik dan lebih relevan, dengan cara-cara yang menarik dan menantang bagi semua pihak yang terlibat, dan mencoba untuk merealisasikan tujuan-tujuan organisasi yang selama ini dianggap mustahil dilaksanakan. Pemimpin penerobos memahami pentingnya perubahan-perubahan yang fundamental dan besar dalam kehidupan dan pekerjaan mereka dalam mencapai hasil-hasil yang diinginkannya. (Dwi Ari Wibawa, 2013)
Dari banyak sekali studi yang dilakukan, kepemimpinan transformasional telah terbukti sanggup mengatakan efek terhadap penemuan dan kreativitas. Kepemimpinan Transformasional juga memberi efek positif terhadap perjuangan bawahan dan kepuasan serta sanggup meningkatkan sikap etik. (James S. Pounder, 2006).
Charles C. Manz & Henry P. Sims Jr (Martani Huseini, 2010) menjelaskan bahwa model kepemimpinan yang dikenal dengan sebutan Superleadership. Model Superleadership sangat dibutuhkan dalam organisasi yang berbasis isu dengan perubahan yang sangat cepat menyerupai kini ini. Ide dasar superleadership adalah: (1) mengarahkan individu-individu untuk menjadi “self leader”; (2) mengarahkan tim untuk menjadi “self lead”: dan (3) menyarankan wangsit untuk mengembangkan budaya “self leadership” melalui organisasi. Superleadership berkeyakinan bahwa seorang pemimpin yang sukses yaitu jikalau ia bisa membuat pemimpin yang baik. Seorang pemimpin Superleader berusaha membimbing orang lain untuk memimpin dirinya sendiri dan membantu pengikutnya untuk mengembangkan kemampuan “self leadership”nya untuk mengatakan bantuan yang maksimal bagi organisasi. Seorang Pemimpin Superleader akan melipat gandakan kekuatannya melalui kekuatan orang lain dan mendorong pengikutnya untuk mempunyai inisiatif sendiri, rasa tanggung jawab, rasa percaya diri, penyusunan tujuan sendiri, berfikir positif dan mengatasi masalahnya sendiri. Pemimpin Superleader senantiasa mendorong pengikutnya untuk melaksanakan tanggung jawabnya dari pada mengatakan perintah dan memberi keyakinan bahwa pengikutnya memerlukan isu dan ilmu pengetahuan untuk melatih “self leadership”nya.
Salah satu kendala terbesar untuk menumbuhkan kepemimpinan guru yaitu masih mendominasinya penerapan model kepemimpinan “top-down” di sebagian besar sekolah. Guru masih seringkali diposisikan sebagai bawahan yang harus tunduk dan taat pada atasan secara taklid.
Oleh lantaran itu, untuk menumbuhkan kepemimpinan guru memerlukan :
1.Pemberdayaan dan dorongan kepada guru untuk menjadi pemimpin dan mengembangkan keterampilan kepemimpinannya.
2.Penyediaan waktu dan kesempatan bagi guru semoga sanggup bekerja menjalankan kepemimpinannya, baik untuk kepentingan pengembangan profesi, kerja kolaboratif, perencanaan bersama, dan membangun jaringan guru.
Kepala sekolah hendaknya rela menyebarkan kekuasaan dan kewenangan dengan guru, tanpa harus merasa khawatir akan kehilangan identitas kewibawaannya. Kepala sekolah harus mempunyai keyakinan bahwa setiap guru intinya mempunyai potensi kepemimpinan, dan apabila diberi kesempatan untuk mengekspresikan dan mengaktualisasikan potensi kepemimpinannya, mereka bisa tampil sebagai pemimpin-pemimpin hebat, yang sanggup dimanfaatkan untuk semakin memperkuat eksistensi sekolah sekaligus melengkapi kepemimpinan administratif yang menjadi tanggung jawabnya.
Berdasarkan pembahasan wacana kepemimpinan guru, maka sanggup disimpulkan bahwa :
1.Pendidikan merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kehidupan dan keberadaban bangsa;
2.Guru yaitu pendidik profesional dengan kiprah utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi penerima didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah;
3.Kompetensi yang harus dimiliki guru, mencakup kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional;
4.Kepemimpinan guru merupakan suatu proses untuk mempengaruhi orang lain yang di dalamnya berisi serangkaian tindakan atau sikap tertentu terhadap invididu yang dipengaruhinya;
5.Kepemimpinan guru terfokus pada 3 dimensi pengembangan, yaitu: (a) pengembangan individu; (b) pengembangan tim; dan (c) pengembangan organisasi;
6.Model kepemimpinan guru yaitu “REACH”, yaitu: (a) Risk-Taking, (b) Effectiveness, (c) Autonomy, (d) Collegiality, (e) Honor;
7.Gaya kepemimpinan transformasional mencakup “4-I”, yaitu: Idealized Influence, Inspirational Motivation, Intellectual Stimulation, dan Individual Consideration;
8.Ide dasar Superleadership adalah: (1) mengarahkan individu-individu untuk menjadi “self leader”; (2) mengarahkan tim untuk menjadi “self lead”: dan (3) menyarankan wangsit untuk mengembangkan budaya “self leadership” melalui organisasi.
9.Untuk menumbuhkan kepemimpinan guru dibutuhkan pemberdayaan dan dorongan kepada guru untuk menjadi pemimpin dan mengembangkan keterampilan kepemimpinannya, serta penyediaan waktu dan kesempatan bagi guru semoga sanggup bekerja menjalankan kepemimpinannya, baik untuk kepentingan pengembangan profesi, kerja kolaboratif, perencanaan bersama, dan membangun jaringan guru.
Daftar Pustaka
Permendiknas Nomor 16 tahun 2007. Kompetensi Guru.
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 wacana Guru.
*) Dikirim oleh Sutiyono, S.Pd.SD, Kepala SD 3 Karangmalang Gebog Kudus Jawa Tengah.
Advertisement